Rabu, 01 Juni 2011

MUSIK GAMBUS BERUMUR 400 TAHUN AKAN MEMBUKA FESTIVAL JAKARTA


Jakarta,Kompas-Senin (16/6) malam mendatang , Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) akan mengawali Jakarta Anniversary Festival 2003 dengan penampilan Musik Gambus Al Mahran pimpinan Bawazir Bersaudara (Oemar Salim Bawazir dan Abdullah Salim Bawazir).

Pergelaran eksotik yang diperkuat oleh musisi Bobby Hisyam Baraj,Jamal Hedra, Lukman Alatas , LIa Oemar,Emil Oemar,bintang tamu Munif Bahaswan, dan diperkuat pemain kibor muda Salim Abdullah .

GKJ sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Badan Pengelolanya Drs.H. Ndang Supriatna,Kamis (12/6), memang secara sengaja ingin member perhatian pada kesenian yang sebenarnya memiliki penggemar tetapi masih luput dari perhatian masyarakat.

Gambus, menurut pengamat music dan penyanyi Munis Bahaswan memang berasal dri- dan sejauh ini masih banyak diasosiasikan dengan-Arab. Namun, kata itu sendiri sulit dipastikan dari mana asalnya . Di kawasan Arab sendiri music yang sama dikenal dengan nama oud.

Musik berumur 400 tahun ini sempat merambah dan meinggalkan pengaruh di Eropa dalam music Spanyol dan gipsi,tapi berikutnya sebagai kesenian Arab juga meninggalkan jejak dalam kesenian etnik Indonesia .

Menurut Munif ,penyebarluasannya sejauh ini masih terbatas Karena selain para artisnya masih cenderung tradisional,persepsi yang banyak hidup di masyarakat adalah gambus merupakan seni agama. Padahal,tidak sedikit liriknya yang berkisah tentang pembelaan Negara atau percintaan.

Sejumlah kalangan juga menilai gambus cenderung monoton secara irama . " Tetapi,mereka memang lebih menikmati lirik daripada melodinya," tambah Munif.

Penonton yang hadir pada pergelaran tanggal 16 Juni nanti akan dapat menikmati music ini dalam rentak dinamik alat music perkusi dipadu dengan petikan gambus yang disertai goyangan kaki dalam irama riang .

Selain memainkan antara lain disko padang pasir disertai tarian Timur Tengah,kelompok Al Mahran – bahasa Arab untuk "Mahir" – akan memainkan pula lagu yang umurnya diperkirakan lebih dari 400 tahun . Lagu berjudul Pagelaran Musik Andalusia yang terjemahan bebasnya dibuat Munif berkisah tentang zaman kedamaian di Andalausia dan kaumnya yang berasal dari lembah indah.(nin)

Sumber :www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/dikbud/369361.htm

Pertanyaan :

1. Mengapa persebaran music gambus terbatas ?

Jawaban :Karena selain para artisnya masih cenderung tradisional,persepsi yang banyak hidup di masyarakat adalah gambus merupakan seni agama. Padahal,tidak sedikit liriknya yang berkisah tentang pembelaan Negara atau percintaan Sejumlah kalangan juga menilai gambus cenderung monoton secara irama . " sedangkan orang lebih menikmati lirik daripada iramanya maka musik penyebarluasanya masih terbatas,sebaiknya kita jangan membeda-bedakan musik itu dan jangan memandang dari satu sisi saja tapi lihatlah keseluruhannya,dan apa manfaat musik tersebut untuk kita..


Pertanyaan :

2. Menurutmu,unsure budaya mana saja yang mempengaruhi music gambus ? Apa cirri yang membedakannya dari jenis music lain

Jawaban :

Menurut saya ,musik gambus dipengaruhi oleh unsur bdaya arab, sebab musik ini lebih di resepsika dengan tema yang islami,music ini rentak dinamik alat music perkusi dipadu dengan petikan gambus yang disertai goyangan kaki dalam irama riang ,.san alat musik ini masih tradisional , dan musik ini menoton secara irama.dan menueurt saya musik gambus berasal dari arab dan campuran timur tengah,selain itu musik gambus memiliki bunyi yang unik.

Pertanyaan :

3. Setujukah kamu jika dikatakan music gambus memiliki penggemar tapi masih luput dari perhatian masyarakat ? Mengapa ?

Jawaban :

Setuju , coba saja kita lihat jika seandainya dipentaskan musik gambus ini hanya sedikit orang yang mau melihatnya .makanya musik ini masih dikatakan ada penggemarnya tapi tidak banyak karena orang sekarang lebih suka pada musik yang lebih mudern seperti:pop,rock dll.dan dapat kita ketahui dengan hal seperti itu berarti minat masyarakat terhadap musik ini masih kurang.


PERBEDAAN DIATONIS-PENTATONIS MASIH JADI KENDALA CAMPURSARI

Yogya , Bernas
Pada hakikatnya , musik campursari memiliki 2 kedala . Pertama , perbedaan antara prinsip instrumentasi akustik , alami atau natur dengan instrumentasi yang menggunakan mesin atau elektrofon . Kedua , tangga nada atau laras yang berbeda , yakni gamelan Jawa tidak memiliki standar tuning sedangkan musik Barat sudah memiliki standar tuning . Kedua perbedaan ini harus dipadukan .

Staf Pengajar Jurusan Seni Karawitan , FSP ISI Yogyakarta , Drs Agus Suseno Mhum , mengemukakan hal itu pada Sarasehan Musik Campursari yang diselenggarkan oleh Taman Budaya Yogyakarta ( TBY ) di Gedung Purnabudaya Yogyakarta ,Senin ( 22/2 ) . Selain Agus Suseno , musisi campursari Manthous juga tampil sebagai pembicara .

Menurut Agus , perbedaan prinsip itu merupakan pekerjaan rumah atau PR yang harus dicari solusinya . Dengan keberhasilan memadukan kedua perbedaan itu , niscaya akan didapat sajian musik campursari yang tidak menyakitkan telinga , atau yang terhindar dari crash music .

"Jika dua permasalahn tersebut sudah memperoleh solusinya , sudah barang tentu pengembangan musik campursari yang masih beragam ansambel dan aransemennya , kelak akan menjadi kebanggaan kita , " ujarnya .

Menurut Agus , aransemen musik campursari merupakan perpaduan antara aransemen musik keroncong , msuik Barat , dan aransemen gamelan Jawa . Walaupun pada mulanya aransemen musik keroncong dan gamelan Jawa lebih mewarnainya , tetapi belakangan ini dikembangkan pula aransemen musik dangdut , musik pop , bahkan dari unsur musik-musik etnis lain seperti karawitan Banyumasan dan Bali .

Instrumen gamelan Jawa yang digunakan dalam campursari , lanjutnya , antara lain kendang yang berfungsi sebagai pengatur irama . Pola kendangan yang digunakan pada dasarnya mempunyai pola kendangan ciblon . Namun , ada pula yang mengembangkannya dengan pola kendangan Sunda dan Banyumasan dan Bali .

Aransemen yang sangat kuat dan menonjol dalam campursari adalah aransemen yang dimainkan oleh kibor . Kehadiran teknologi pada alat ini dianggap sangat efektif dan efisien dalam membnagun komposisi musikalnya .

Perjalanan hidup

Sedangkan Manthous mengatakan, berbicara musik campursari berarti juga membicarakan perjalanan hidupnya. Campursari sebenarnya adalah orkes keroncong plus gender dan siter untuk mengiringi lagu-lagu langgam Jawa. Namun, dalam perkembangan saat ini, campursari ditambah dengan kibor dan bas.

" Musik campursari sebenarnya pernah ada pada pertengahan tahun 1960-1970-an, tapi saat itu yang lebih populer adalah keroncong dan lagu langgam jawa, sehingga gaungnya kurang dapat terdengar. Sebenarnya, pernah pula pada tahun 1968 dibuat album campursari oleh almarhum S. Dharmanto, tapi tak bisa menembus pasaran karena kalah populer dari Waljinah," katanya.

Mulai tahun 1970 hingga pertengahan 1985, lanjutnya, ia lebih banyak menciptakan lagu-lagu pop Jawa, pop keroncong, dan pop Melayu. Lagu-lagu itu dibawakan antara lain oleh Emilia Contessa, Deasy Arisandy, Ratih Dewi, dan Wiwik Sumbogo. Dalam mencipta lagu Jawa pertama kali, ia lebih banyak berkiblat kepada almarhum Ki Narto Sabdo.

Manthous pun kemudian mulai melirik artis non Jawa seperti Nur Afni Octavia untuk membawakan lagu ciptaannya seperti Gethuk, Nginang Karo Ngilo, dan Tahu Apa Tempe. Menyusul Titiek Sandora dengan Kripik Apa Mendoan dan Arie Wibowo dengan lagunya Satu Legi.Mulai tahun 1993 , Manthous kembali menciptakan lagu Kangen yang dibawakan oleh Evie Tamala yang cukup sukses di pasaran. Sedang lagu ciptaan lainnya adalah Kanca Tani, Gaplek Apa Thiwul, Utak-utak Ugel, Aja Gawe-Gawe,dan Yogya Priangan.

Dengan berbekal lagu-lagu itu, kata Manthous, ia dengan campursarinya mulai membenahi setelah 20 tahun tenggelam. Campursari sekarang memakai gender , saron , siter, kibor,bas,kendang jawa untuk mengganti cello, kendang Jaipong, ditambah gong. Dari situlah ia mulai merekam beradasarkan pengalamannya pada tata rekam untuk akustik. " Tata suara, saya atur sendiri mulai dari tata mikrofon sampai peralatan yang sangat rumit," ungkapnya.

Menurut Manthous , format campursari diilhami lagu-lagu langgam Jawa jenis ketawang. Campursari juga bias untuk membawakan irama dangdut. Namun, perlu ditekankan hanya iramanya, bukan seperti layaknya lagu dangdut seperti yang sering didengarkan. " Musisi dan pengrawit campursari dituntut kreatifitasnya untuk bias mencari lagu , tapi harus melihat instrumennya kalau gamelan masuk otomatis kibor juga ikut. Syukur-syukur bisa mencipta sendiri,".

Manthous menekankan, meskipun bentuknya iseng, namun jika bener dan pener , cmpursari akan lebih punya nilai tambah buat perbendaharaan seni budaya. Dalam memadukan unsure-unsur pentatonic dan diatonic,harus diingat gabungan kedua sari-sari itu, tidak asal menggabung atau mencampur.

www.kompas.com/kompas-cetak/0106/30/Utama/apar11.htm

Pertanyaan :

1. Musik apa saja yang membentuk music campursari ?

Jawaban : aransemen musik campursari merupakan perpaduan antara aransemen musik keroncong , msuik Barat , dan aransemen gamelan Jawa . Walaupun pada mulanya aransemen musik keroncong dan gamelan Jawa lebih mewarnainya , tetapi belakangan ini dikembangkan pula aransemen musik dangdut , musik pop , bahkan dari unsur musik-musik etnis lain seperti karawitan Banyumasan dan Bali .Bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut, populerdari lagu-lagu Didi Kempot) . Serta juga keroncong dengan music Barat .



Pertanyaan :

2. Apa beda musik campursari dulu dan sekarang ?

Jawaban :

Dahulunya campursari adalah aransemen musik keroncong dan gamelan Jawa , tetapi sekarang ini sudah dipadukan dengan arasemen musik modern seperti Musik pop ,music dangdut,bahkan dari unsur musik-musik etnis lain seperti karawitan Banyumasan dan Bali .dan Dahulunya campursari adalah aransemen musik keroncong dan gamelan Jawa , yang lebih bersifat lagu-lagu kedaerahan.

Pertanyaan :

3. Mengapa music campursari sekarang bisa lebih terkenal di masyarakat ?

Jawaban :

karena danya inisiatif untuk mengarasemen musik canpursari menjadi musik yang disukai masyarakat dengan memakai gender , saron , siter, kibor,bas,kendang jawa untuk mengganti cello, kendang Jaipong, ditambah gong. Dari situlah ia mulai merekam beradasarkan pengalamannya pada tata rekam untuk akustik. " Tata suara, diatur sendiri mulai dari tata mikrofon sampai peralatan yang sangat rumit sehingga irama yang dihasilkan di sukai masyarakat sekarang

Pertanyaan :

4. Apa pengaruh music non tradisional pada music campursari

Jawaban :

Pengaruh positif : Dengan adanya music-musik non tradisional itu akan menambah khas budaya musik indonesia yang akan bersaing di manca negara,dan musik itu menjadi kekeyaan seni musik negara kita yang sangat berharga.

Pengaruh negative : Dengan masuknya music non tradisional ,musik kurang disukai masyarakat sehingga lama kelamaan musik ini hanya akan tinggal kenangan,dan dapat mengurangi partsipasi masyarakat terhadap musik tradisional.

Pertanyaan :

5. Mengapa masalah perbedaan jenis tangga nada bisa menjadi masalah bagi suatu music ?

Jawaban :

tentu saja ada bedanya antara tangga nada pentatonis dan diatonis jika orang yang menggabung dua tangga nada ini kurang pandai maka musik yang di dengarkan tidaklah enak di dengar,tapi apabila orang atau komponis nya itu pandai maka akan menghasilkan suatu nada atau bunyi yang enak untuk didengar.

Pertanyaan :

6. Bagaimana mungkin campursari bisa memperkaya khasanah seni budaya Indonesia di masa depan ?

Jawabn :

karena musik campur sari itu salah satu kekayaan musik indonesia,oleh karena itu semakin banyak jenis musik di indonesia maka semakin kaya kita akan seni musik dan wawasan kita tentang musik pun akan bertambah.




INDONESIA DALAM DENTING SASANDO

Sasando , alat musik tradisional yang berasal dari Pulau Rote , Nusa Tenggara Timur, bisa dikatakan hampir tenggelam di tengah lalu lintas musik industri saat ini . Instrumen petik yang menjadi salah satu kekayaan bunyi yang penting di Nusantara itu nyaris tak didengar oleh khalayak di negeri sendiri .

Sasando dari sisi bahan memang terkesan sederhana . Sasando tradisional menggunakan sembilan dawai yang terpasang pada tabung bambu . Itulah mengapa ia digolongkan jenis tube – zither/ siter tabung . Sebagai resonator , digunakan daun lontar muda yang ditangkupkan sehingga membentuk rongga setengah lingkaran . Alat itu dimainkan dengan cara dipangku dan dipetik dengan jari – jari kedua tangan .

Dalam khazanah bunyi di Nusantara , sasando termasuk instrumen unik . Instrumen dengan sistem tangga nada heksatonik atau enam nada ini mempunyai gaya melodi yang terdengar lain dibandingkan dengan musik lain di Indonesia .

"Melodinya menggunakan gaya menurun ke bawah , descending movement , yang mengingatkan pada gaya Afrika . Ini unik untuk Indonesia . Perlu didengar dan diapresiasi," kata etnomusikolog Rizaldi Siagian tentang sasando dan komposisi tradisional .

Siter tabung serupa sasando dijumpai di Asia Tenggara , seperti Filipina,Vietnam, dan Malaysia – negara – negara yang banyak menghasilkan bambu . Sejumlah tempat di Indonesia juga mengenal alat musik petik serupa sasando . Di Mandailing dikenal gondang bulu , sedangkan di Karo terdapat keteng-keteng .

" Perbedaannya dengan sasando, gondang bulu dan keteng-keteng berfungsi ritmik , bukan melodik ," kata Rizaldi .

Dalam tata pergaulan internasional di masa lalu, sasando bahkan pernah berpengaruh sampai ke Madagaskar . Negeri itu juga mengenal alat musik petik serupa sasando yang disebut valiha yang dijadikan alat musik nasional Madagaskar .

***

Sasando menjadi bagian dari hidup keseharian Hendrik Pah (59), seniman sekaligus pembuat sasando asal Rote yang kini tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur ( NTT ). Bersama rekannya, Nane Messakh, Hendrik akan memainkan sasando dalam pergelaran Megalitikum-Kuantum yang digelar untuk memperingati 40 tahun harian kompas .

Hendrik tinggal jauh dari hiruk-pikuk kota besar , di Desa Oebelo , Kecamatan Kupang Tengah, NTT. Rumah berlantai tanah itu berdinding pelepah daun londar . Atap rumah terbuat dari daun pohon lontar . Bahan dasar rumah itu tak jauh beda dengan bahan dasar alat musik sasando yang menggunakan daun lontar sebagai pembentuk rongga resonator. Di halaman belakang rumah terdapat peranti untuk membuat sasando. Hendrik menggunakan teknologi bersahaja untuk membubut kayu yang digunakan sebagai penambat tali sasando. Dari kehidupan yang serba sederhana itulah hendrik membuat dan memainkan sasando yang secara turun-temurun diajarkan leluhurnya di kampung halaman di Pulau Rote. Keluarga besar Pah memang termasuk keturunan seniman sasando yang cukup dikenal di NTT,terutama di sekitar Kupang. Ia bermain dari desa ke desa memenuhi panggilan orang yang mengadakan upacara,mulai dari kelahiran,perkawinan,sampai kematian.

Hendrik seperti menyanyikan kehidupan dengan sasando dan lagunya. Siklus hidup manusia, mulai dari lahir, kawin,sampai mati itu tadi ia rayakan dengan sasando dan syair. Suatu malam di Kupang, Hendrik dan Nane berduet memainkan sasando sambil melantunkan syair-syair tentang kehidupan,tentang kematian. Bagi yang telanjur terpola dengan tata bunyi musik pop, nyanyian sasando Hendrik dan kawan-kawan itu mungkin akan terdengar aneh, tapi itulah sepotong wajah Indonesia, yang terlupakan.

Sasando dalam perkembangannya harus berhadapan dengan perubahan zaman. Di masa lalu ei atau dawai sasando terbuat dari sayatan kulit bambu. Ada pula yang membuat dawai dari daun gewang. Zaman telah berganti dan serat-serat kawat kopling sepeda motorpun dijadikan tali sasando. Ada pula yang memilih menggunakan dawai gitar.

Sasando juga diajak untuk masuk dalam wilayah kultur pop. Zakarias Ndaong(27),pemilik kios kecil Dalek Esa,di Jalan Timor,Oesapa,Kupang,dengan terampil membawakan lagu-lagu pop seperti " I Have a Dream" dari ABBA yang belakangan dipopulerkan oleh boyband Westlife. Zakarias tampak bangga memainkan sasando lipat itu di depan para tamu yang mengunjungi kiosnya. Ia juga memainkan lagu " Chiquitita", "Mother How Are You Today", dan "Kokoronotomo". Rupanya,sasando juga mengikuti perkembangan musik pop. Setidaknya,Zakarias juga siap memainkan lagu Sheila on 7 sampai lagu Peterpan " Ada Apa Denganmu" yang tengah populer.

Agar dapat digunakan untuk memainkan " I Have a Dream " , " Kokoronotomo" , atau " Ada Apa Denganmu" itu, maka sasando harus distem dengan titi nada diatonis. Menurut Zakarias, yang paling banyak dibeli orang adalah sasando diatonis. Agar bisa bersaing dengan gemuruh zaman, sasando pun dibuat bersi elektronis yang dilengkapi dengan perangkat spool layaknya gitar listrik. Untuk versi elektrik itu, sasando telah menanggalkan resonator lontarnya.

Demi kepraktisannya, muncullah kemudian sasando lipat. Tangkupan daun lontar pada sasando bisa dilipat seperti bilah-bilah kipas yang bisa ditutup rapi. Begitulah sasando disesuaikan dengan gaya hidup kaum urban yang serba praktis yang menciptakan segala sesuatu serba portable , gampang dijinjing dan tidak memakan tempat. Sasando yang berubah boleh jadi menjadi pantulan wajah bangsa yang berubah. Semoga dentingnya masih sempat didengar oleh bangsa yang seperti sedang belajar mengingat kembali wajah sendiri ini .

Disadur dari : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/05/utama/1793735.htm

Pertanyaan :

1. Bagaimana perkembangan alat musik sasando di tengah gemuruhnya serbuan musik Barat ?

Jawaban :

Setelah membaca artikel diatas, memang alat musik sasando ini tidak terdengar didaerah sendiri,karena masuknya musik barat ke daerah kita yang lebih menghibur masyarakat dan musik barat sudah memiliki tangga nada yang baik,selain itu musik barat lebih banyak penggemarnya dibanding sasando.

tidak banyak orang yang tetap mau untuk mempertahankan alat musik sasando ini dan ada juga orang yang mengarasemen musik sasando denga musik barat supaya menarik dan disukai masyarakat

Pertanyaan :

2. Bagaimana pendapatmu tentang " Inovasi " terhadap sasando ?

Jawaban :
saya setuju dan mendukung karena semakin banyak ide dan inovasi maka akan semakin menarik musik tersebut untuk didengar
dan selama ide atau inovasi itu tidak mengurangi keunuika dari sasando itu sendiri,dan apabila musik sasando di inovasi dengan alat yang lebih modern maka itu untuk menarik minat masyarakat untuk menyukai sasando

Pertanyaan :

3. "Denting sasando nyaris tak terdengar oleh khalayak di negeri sendiri". Menurutmu, benarkah hal ini danmengapa penulis artikel berpendapat demikian ?

Jawaban :
bagaimana tidak hal ini terjadi,saat ini anak muda yang seharusnya menjadi penerus banyak yang tidak bisa memainkan alat musik ini bahkan sudah tidak mengenalnya sama sekali.
jadi,Pendapat ini benar dan saya juga setuju , karena dapat diketahui bahwa alat -alat yang digunakan masih tradisional dan anak muda sekarang lebih suka memainkan alat musik yang modern sehingga denting sasando sudah jarang terdengar dimasyarakat

saran: dari ketiga ertikel di atas , hendaknya diadaka festival musik ini setiap tahun dikalangan masyrakat sehingga masyarakat lebihmengenal musik ini,karena semakin sering diadakan event-event seperti ini dapat memacu kreatifitas masyarakat,dan hal yang kita takutkan itu jangan sampai terjadi.

Kritik :tidak tahu tentang budayanya sendiri,itu merupakan hal yang tidak wajar.hal ini terjadi karena tidak adanya orang yang akan mengnalkan sasando kepada anak muda sekarang,kalau bukan kita yang membuka diri untuk hal ini lalu siapa lagi....?
Diposkan oleh sardika candra.com di 02:13 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar